Surga Kecil Saya

by Unknown on Thursday, 29 November 2012


Slurpp, Bangkok itu surga bagi saya yang pencinta daging. Berbagai macam daging ada disini. Dari sapi, ayam, sampai serangga (namun daging serangga hanya dapat ditemukan di beberapa tempat khusus di Thailand). Yang paling banyak ditemukan, tentu saja daging B2 (baca: babi). Disini hewan-hewan tersebut berlimpah dan sudah dibumbui (nyam!). Pertama kali sampai di hotel, perut saya memanggil untuk mendatangi gerobak berasap wangi semerbak. Belasan tusuk-tusuk daging yang sedang dibakar menggoda mata juga indera pengecap saya. Murah pula ! 1 tusuk yang isinya daging semua, hanya seharga kurang lebih 16 baht atau sekitar 5000 rupiah. Saya 'kalap'. Pilih ini itu ini itu. Hasilnya? Beberapa tusuk tidak termakan oleh saya. Karena belakangan saya baru tahu, bahwa tusukan itu juga berisi hati dan usus. Ow yeah.

Saya dan kakak saya, tengah menikmati sate daging ayam



Selain sate yang bermacam-macam jenisnya, haram hukumnya kalau pergi ke Thailand tapi tidak mencoba makanan yang satu ini : Tom Yam (atau Tom Yum). Dari namanya saja Tom YAM, sudah pasti rasanya YAMmy. Tom Yam terdiri dari campuran sayur dan daging yang direbus di dalam kuah berbumbu. Kuahnya berasa asam pedas dan segar. Di Jakarta, sudah banyak yang menjual Tom Yam, namun memang lebih poll dan berbeda kalau mencicipinya di Negara asal. Favorit saya Tom Yam Seafood, berisi udang, cumi, dan potongan fillet ikan. YAMmy!

Saya juga sempat mencoba Pad Thai dan Khao Pad Poo. Pad Thai semacam kwetiau goreng, dengan topping campuran kacang, potongan ayam, dan orak-arik telur. Rasa kacangnya sangat dominan dan memunculkan rasa asam yang tidak biasa. Khao Pad Poo adalah nasi goring dengan potongan kepiting, orak-arik telur, ditambah perasan jeruk nipis. Rasanya istimewa, seperti nasi goreng yang segar.

Bicara tentang kuliner, kurang poll rasanya kalau tidak mencoba Thai Ice Tea (mirip-mirip dengan teh tarik asal Malaysia, dibuat dari campuran teh dengan susu). Ya ampun, saya fans berat minuman ini. Jadi disini serasa surga bagi saya ! Sepanjang perjalanan di Bangkok, setiap beberapa meter, saya menemukan tulisan ‘THAI ICE TEA’ di gerobak memanggil-manggil. Ya, Thai ice tea yang biasa kita temui di restoran-restoran cukup mewah di Jakarta, dijajakan secara murah meriah dan berlimpah di gerobak-gerobak minuman di tepi jalan. Anggapannya, Thai ice tea disana sama seperti Teh Botol disini hhehe. Alhasil, sebagai penggemar berat, dalam sehari saya bisa meneguk 4-5 gelas besar Thai Ice Tea disini. Setiap makan pagi, siang, malam, saya selalu pesan, setiap jalan ke tempat-tempat wisata, lalu haus, tak lupa pesan (ke ibu-ibu pedagang) lagi. Saya rasa pulang-pulang risiko diabetes menghampiri :p

Thai Ice Tea di sebuah restoran


Ketika datang ke Bangkok, saya ingin sekali bertualang kuliner, apalagi kuliner dari ‘restoran dadakan’ yang buka di trotoar jalan-jalan pada waktu sore hari. Sekitar jam 4 atau 5 sore, di trotoar-trotoar jalan yang memang luas, akan terlihat pemandangan para pedagang bolak-balik menaik-turunkan kompor, meja, tenda, kursi, tempat barbeque (seperti tempat arang penjual sate), dll. Yang saya kaget, adalah pernah beberapa kali ketika makan di 'restoran dadakan' itu, saya melihat suatu alat yang besaar sekali ditutupi kertas aluminium. Benda itu semacam cerobong yang terhubung dengan peralatan kompor dan tempat panggangan. Ternyata fungsinya agar asap dari tempat panggangan atau kompor dapat dialirkan ke atas dan tidak mengganggu orang yang sedang makan atau sekadar lewat di trotoar tersebut. Wow. Saya tidak dapat membayangkan, setiap hari mereka harus menggotong-gotong benda itu, karena di pagi hari saya tidak melihatnya sama sekali.

Satu hal yang saya baru tahu di Thailand ini. Hampir semua masakannya, memakai daun ‘bangsat’. Hah? Saya melongo ketika mama saya bilang itu. Ternyata daun ‘bangsat’ itu maksudnya daun ketumbar hhaha. Memang itu daun ngapain ya bisa sampai dikatain terus-terusan begitu?
Namun, saya sungguh tidak berjodoh dengan si daun ini. Baunya membuat saya tidak tahan. Dan sialnya, kecuali makan di restoran-restoran di dalam mal, makanan di ‘restoran dadakan’ seringkali memakai bumbu wajib ini. Jadinya, saya sering susah makan karena beberapa menu tidak disebutkan pakai bumbu ini atau tidak (kalau bertanya dengan penjualnya ada atau tidaknya daun itu, bisa berjam-jam mungkin baru sama-sama mengerti hhaha).

Peyon Debot Madam !

by Unknown


Selain berpergian ke beberapa tempat melalui jalur darat, Thailand juga menyuguhkan transportasi air bagi penduduknya. Dengan menggunakan perahu boat. Boat yang saya naiki menuju Wat Pho hanya seharga 5 Baht per orang. Kami pergi ke Center Piehr, dimana merupakan semacam ‘stasiun’ untuk boat-boat ini. Disini, masyarakatnya sering menggunakan boat untuk pergi ke suatu tempat, bahkan pergi ke tempat kerja. Tempat-tempat tersebut biasanya memang hanya bisa dicapai menggunakan jalur air. Perahu yang digunakan pun bermacam-macam jenis dan ukurannya. Saat menunggu datangnya perahu tujuan kami, saya melihat beberapa perahu motor cepat yang dihasi banyak ornamen, bahkan ada berbentuk naga kecil juga. Saat saya lihat penumpangnya hanya beberapa orang dan masih luas, saya berpikir harga tiketnya pasti selangit karena berjenis private. Boat yang akan kami tumpangi ukurannya juga cukup besar (tanpa ornamen), dengan tempat duduk, dan bisa berisi hingga 20 orang (bahkan lebih karena banyak yang berdiri). Jadi yang kami naiki, benar-benar semacam ojek perahu, bukan untuk jalan-jalan keliling sungai. Para pengemudi boat saling berkomunikasi dengan si penjaga stasiun menggunakan walkie-talkie. Namun, saat itu kami menunggu cukup lama (bersama serombongan orang) sampai perahu tujuan kami datang. Entah jadwalnya yang memang acak, atau kami yang tidak menemukan (atau tidak bisa membacanya).

Saat kakak perempuan saya membeli tiket di loket, ia berhadapan dengan seorang wanita yang terlihat sibuk di balik kaca loket.
Kakak saya : “We want to buy ticket to go to Wat Pho”
Wanita      : “Peyon debot madam” (dengan suara berat dan ‘cempreng’, yang  ternyata Anda tahulah wanita ini siapa)
Kakak saya : Sorry?
Wanita      : “Peyon debot madam”
Kakak saya : “Ha? Ticket to go to Wat Pho…
Wanita      : “Peyon debot madam, peyon de bot madam” (suaranya makin berat dan kencang)

Tahukah Anda maksudnya? Ternyata maksudnya : “Pay on the boat, madam”
Ya ampun. Saya, kakak saya, serta mama saya tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasan kakak saya. Sampai saatnya masuk kapal, kami masih terkikik-kikik sambil bersuara berat menirukan si wanita loket, “Peyon debot madam, peyon debot madam” :)


Interior boat yang saya naiki
(saat itu terhitung sepi, karena gantungan-gantungan nganggur, tidak ada orang yang berdiri)

Saat perjalanan dengan boat, banyak pemandangan indah yang bisa dinikmati



Suntuk? Coba Lihat Iklan Thailand !

by Unknown on Wednesday, 28 November 2012


Pantene Commercial Ad

Cheers Commercial Ad


Sebagai anak desain, saya selalu tertarik dengan ide-ide kreatif suatu Negara. Saat saya mahasiswa semester 4, saya pernah disuguhi iklan-iklan produk dari Thailand oleh dosen Advertising saya. Selain pemainnya cantik dan tampan (eh bukan itu yang mau saya bahas), ide iklannya unik sekali. Jadilah selama 2 jam pelajaran itu, satu kelas tertawa terbahak-bahak sampai menangis. Walau pendek (hanya 15-30 detik), tapi ‘mengena’ di hati kami. Berlebihan ya? Coba cek sendiri di Youtube, pasti setidaknya seulas senyum mampir di bibir Anda saat melihatnya. Nah, saat pergi ke Bangkok, saya betah sekali naik MRT. Betah menonton iklan-iklan di televisi yang dipasang tiap beberapa meter dalam gerbong. Kalau saya tidak memperhatikan gerak-gerik orang dalam kereta, pasti saya menengadah ke atas, menonton iklan, sambil terkikik geli.

Yang saya baru tahu, ternyata banyak iklan di Indonesia yang ternyata adaptasi, atau bahkan diambil langsung dari iklan Thailand. Jadi, kalau melihat iklan di televisi, lalu kira-kira pemainnya bermata agak sipit dan putih kulitnya, bisa saja itu sebenarnya iklan Thailand yang di dubbing dengan bahasa kita.

Salah satu kekreatifan orang Thailand yang saya salut, adalah cara branding nya untuk MRT. MRT itu milik pemerintah, namun mereka mengiklankan atau mengemasnya dengan unik sekali. Pertama, desain logo nya yang lucu : berbentuk kelinci. Setiap kartu ada beragam jenis sesuai keperluan pemakainya, yaitu untuk remaja, dewasa, dan manula. Kartu-kartu tersebut dibedakan dengan warna-warna yang ceria. Iklannya juga digarap dengan cara yang menarik, mengikuti perkembangan zaman. Jadi, MRT walaupun milik pemerintah, tetapi tidak berkesan kaku dan terasa dekat di hati penggunanya. Bahasa kerennya: “naik MRT, tetap gaul gitu lho” :)
                                                                                     
Rabbit Card for MRT 
*picture from : http://www.eugenegoesthailand.com

Dimana ya KW?

by Unknown


Satu kata untuk orang-orang disini : Fashionable !
Segala mata memandang, baik perempuan maupun laki-laki nya terlihat sangat ‘melek’ mode. Terutama saat naik MRT. Perempuan memakai high heels saat naik MRT, merupakan pemandangan yang sudah biasa disini. Dalam hati, saya membayangkan betapa susah dan pegalnya naik turun tangga stasiun, saya yang pakai sendal jepit saja, ngos-ngosan naik tangga-tangga di stasiun yang tinggi dan cukup banyak itu (padahal bilang saja kurang olahraga hhehe
).

Kata orang, di Thailand ini terkenal sebagai rumahnya ‘KW’ alias ‘banci’, tapi sungguh,, saya jarang menemukan mereka di tempat umum (kecuali sekitar tempat teater show yang dibintangi para KW). Saya pikir, apa mungkin sudah tersamarkan dengan lautan wanita-wanita cantik yang saya kagumi :p

Selain wanita nya yang cantik bak artis Hongkong, lelakinya pun tak mau kalah. Laki-laki mudanya tepat menjadi objek foto bersama (kalau berani), lalu anggap saja kita berfoto bersama artis Korea. Ada saat pertama kali saya terkejut ketika datang ke tempat hotel saya menginap. Cling cling. Hotel officer nya ciamik semua. Baik dari yang membawakan koper, sampai resepsionisnya. Ya ampun, ternyata benar drama-drama Thailand sekarang, laki-laki disini tampan betul hhaha. Tapi ya itu mungkin keberuntungan saya saja bisa bertemu mereka, karena setelah dikaji ulang, banyak juga yang bertemu tidak semenarik yang saya bilang.

Akhirnya setelah menetap selama beberapa hari, saya menemukan alasan mengapa wanita-wanita disini rata-rata fashionable. Jelas, harga baju, sepatu, dan tas disini murah-murah! Bahkan saat jam pulang kantor, di jalanan, banyak ditemukan lapak-lapak yang menggelar dagangan baju,dll. Saat saya cek harganya, bikin iri saja T.T

MRT Bangkok vs Busway Jakarta

by Unknown on Tuesday, 27 November 2012


Saya baru pertama kali ini naik MRT. Kalo busway Jakarta sih sudah sering. Bukannya ingin membanding-bandingkan yang dimiliki Negara lain dengan Negara kita, namun perbandingan kadang perlu agar tercapai kemajuan yang lebih sempurna (ahem :)).

Pertama, stasiun MRT Bangkok lebih terawat. Tangganya walau tidak sebening lantai yang baru disikat, tapi keamanannya terjaga. Ga ada yang reyot-reyot, bolong-bolong, atau berbunyi pas diinjak. Terlebih karena tangganya terbuat dari semen batu, bukan besi seng, Jadi untuk orang yang takut ketinggian seperti saya, tancap lah naik jembatan.
Kedua, pegawainya ramah dan siap membantu. Saya dan keluarga pernah terkejut karena saat ingin lewat ‘gerbang pemakan koin’ (tahu maksud saya kan), kami sempat dihardik dengan suara keras oleh petugas stasiun laki-laki bertubuh besar. Saat itu memang kami sempat agak linglung dan tak tentu arah harus kemana. Tapi ternyata sebenarnya petugas itu bukan menghardik, melainkan bertanya pada kami. ‘Hardikan’ yang kami pikir itu, ternyata memang karena sudah dari sana nya logat sang petugas yang seperti logat Batak (ditambah pengucapan bahasa inggris mereka yang tidak kami mengerti, jadi kami pikir dia marah-marah hhehe). Setelah dijelaskan dengan bahasa tarzan, ba-bi-bu, dan bantuan dari sang ahli yang lumayan mengerti kami (petugas ‘Batak’ itu akhirnya menyerah pada kami, dan memanggil temannya), mereka tersenyum ramah kok sambil mengantar kepergian kami menuju ‘gerbang pemakan koin’.
Ketiga, petugasnya disiplin dan juga orang-orangnya. Di saat antri busway terasa begitu membahayakan (dorong sana, dorong sini),  antrian di stasiun ini rapi. Tak ada satupun yang berniat dorong-dorongan (jujur saya tidak tahu kalau jam sibuk, apa akan berbeda). Para petugas juga jeli dan mengawasi satu persatu orang yang melintasi ‘gerbang pemakan koin’.

Oiya, MRT Bangkok menyediakan sarana kartu dan koin untuk pengguna MRT. Kartu disediakan untuk pengguna yang sering menggunakan MRT (jadi tidak perlu membeli setiap ingin naik, cukup pakai kartu), sedangkan koin untuk yang sekali pakai (perlu dibeli setiap ingin naik MRT).

Keempat, ketepatan waktu. Cuma berdiri sebentar saja, MRT sudah datang menjemput. Jadi wajar kalau banyak yang bergantung pada MRT ini, seperti anak sekolah, karyawan kantor, orang yang janjian sama temannya hhehe.

Sebenarnya, busway di Jakarta juga cukup mengagumkan kok. Saya tak perlu khawatir nyasar kalau sedang keliling-keliling Jakarta, cukup minta abang angkot “ke halte busway terdekat, bang”; jalur busway sudah tersedia di setiap stasiun. Petugasnya juga selama ini sebagian besar ramah-ramah dan sangat membantu untuk orang yang “banyak nanya” dan “buta arah” seperti saya. Jadi kita seharusnya cukup bangga dengan inovasi busway ini, namun mungkin perlu beberapa perbaikan kecil yang jika diperbaiki, akan lebih bersahaja busway kita :)


With my mom; waiting for the next MRT


Tante di Pesawat

by Unknown on Monday, 26 November 2012



Akhirnya saya pergi ke luar negeri juga! Setelah bertahun-tahun bermimpi bisa pergi ke luar negeri, gunting-gunting gambar wisata dari majalah untuk di tempel di buku harian dengan tulisan “My Number One Dreaming”, nongkrongin Pinterest dan ngepin ratusan gambar dari kategori Travel, akhirnya saya keluar juga dari peradaban Indonesia ini !
Bukan berarti, saya tidak suka dengan Indonesia. Indonesia punya banyak keanekaragaman dan sejak kecil saya dan keluarga sudah keliling-keliling semua daerah di pulau Jawa ini. Namun, dalam hati terdalam ingin sekali rasanya melihat “dunia luar”, selain rasa sirik yang melanda dikala melihat foto-foto teman di Facebook yang sudah ada salju dan monumen-monumen asingnya.
Oh tapi jangan berimajinasi berlebihan dulu. Saya bukan ke Eropa, atau Australia, atau negeri Barat lainnya (memang Sun Gokong?).
Saya pergi ke negeri beras. Beras? Yap. Siapa lagi yang tak pernah kenal Beras Thailand yang pulen dan wangi itu. Bagi segelintir orang yang sudah sering ke luar negeri, reaksi saya mungkin dirasa berlebihan. “Oh ya ampun ‘cuma’ ke Thailand toh”, “Ya elah, Thailand doank, deket kali”, “Kirain kemana ckck”. Okay, but seriously, try to imagine if you are in my condition: keluarga Anda bukanlah keluarga super kaya yang bisa tiap bulan pergi ke Cina atau Singapura; seluruh anggota keluarga : mama, papa, kakak perempuan saya semuanya sudah pernah ke luar negeri, kecuali saya :(

Jadi, yang senasib sama saya pasti, walaupun cuma seuprit, ada rasa excited di lubuk hati terdalamnya.

Thailand dipilih keluarga saya karena :
1.     Papa dan cici saya belum pernah kesana (saya sih tidak perlu ditanya)
2.     Mama saya pernah kesana, tapi belum puas.
3.     Thailand terkenal negeri yang murah meriah, surga belanja, plus banyak yang bisa dilihat (cocok buat keluarga saya yang suka tiga-tiganya)
4.     Mama saya yang sudah pernah kesana dan tahu jalan, jadi ga perlu bayar tur  dan tour guide (hemat nan apik pula :))

Dag dig dug.
Mulai jalan satu langkah menuju impian saya : traveling around the world !

Sudah cukup lama saya tidak naik pesawat. Terakhir, waktu saya SD kelas 2, jadi hampir 15 tahun (ketahuan deh umur saya :p)
Agak parno makanya. Takut jatuh. Takut mabok. Takut teroris.
Saya duduk dekat jendela. Maksudnya ingin lihat pemandangan. Pemandangannya bagus-bagus deh, lebih tepatnya, AWANnya bagus-bagus.
Sebelah saya orang Indonesia, dari raut muka, saya pikir saya harus panggil dia tante. Sebelahnya tante, ada tante bule juga. Pertama, si tante indo ajak ngomong saya. Nanya sama siapa ke Thailand, mau kemana aja, dan dia jawab,‘oh iya itu bagus tuh’, ‘saya juga mau kesana’ bla bla. Baik kok orangnya. Sampai kemudian dia nanya juga ke si tante bule. Wuih, reaksinya berbeda dibanding ngomong sama saya. 2 kali lipat lebih ramah. Padahal awalnya, si tante bule cuma ngangguk-ngangguk dan jawab singkat. Tapi dia cerita terus sepanjang banjir kanal Timur di Jakarta.

Tante indo : Are you going to Thailand too? (jelas-jelas pesawatnya langsung ke Thailand)
Tante bule : Yes
Tante indo : Ow, is it first time for you or ?
Tante bule : This is my third time.
Tante indo : Wow, Thailand really is very good ya. Did you go by yourself?
Tante bule : *angguk
Tante indo :  I went with my family, my son, that is my father, and that is my mother, my nephew (sambil nunjuk-nunjuk ke bangku seberang)
Tante bule : Owh..
Tante indo : Did you go to Phuket. Phuket is very nice! I heard it is really beautiful. And the pricelist in Bangkok is very cheap !
Tante bule : Owh yes, yes.

Terus dan terus si tante indo bicara, sementara tante bule ngangguk-ngangguk.
Bahkan topik si tante indo, makin melebar. Dia tanya kerjaan si tante bule dan cerita panjang lebar (lagi) soal pekerjaan dia.
And you know? Di akhir pembicaraan, si tante indo mengajak tante bule untuk foto bersama. “For my profile picture”, indo’s aunt said while smiling. Saya lihat sepersekian detik, tante bule ‘cengok’, yang kemudian akhirnya dia jawab,“oh yes, okay”. Kemudian, JEPRET! Gaya berfoto dengan pegang blackberry diatas.

Aduh, rasanya ingin sembunyi di kolong kursi karena sama-sama satu tempat asal.

Powered by Blogger.